Universitas Yale, 1912
Ruangan itu dipenuhi debu dan bau kertas tua. Wilfrid Voynich, seorang kolektor manuskrip asal Polandia, menatap halaman-halaman kuno yang baru saja ia beli dari sebuah biara di Italia.
“Ini… berbeda,” gumamnya.
Roger Newbold, seorang pakar bahasa Latin, mengangkat alisnya. “Berbeda bagaimana?”
Voynich menunjuk pada tulisan-tulisan yang memenuhi halaman. “Aku bisa mengenali aksara Yunani, Latin, bahkan Sanskerta. Tapi ini… ini bukan dari bahasa mana pun yang pernah kulihat.”
Roger menyipitkan mata. “Mungkin kode rahasia?”
Voynich menggeleng. “Tidak ada pola yang cocok dengan sistem sandi Eropa mana pun.”

Lalu, mereka menatap halaman berikutnya. Gambar-gambar aneh memenuhi kertas: tanaman-tanaman yang tidak dikenal, wanita-wanita telanjang yang berendam dalam tabung seperti eksperimen alkimia, dan diagram yang tampak seperti sesuatu dari dunia lain.
Roger menelan ludah. “Kau yakin ini bukan lelucon?”
Voynich tersenyum samar. “Jika ini lelucon, maka seseorang sudah menghabiskan ratusan tahun menyempurnakannya.”
Mereka berdua saling berpandangan. Sebuah misteri baru saja lahir.
KODE YANG TIDAK TERPECAHKAN
1953, Universitas Yale

Seorang pria berkacamata tebal, William Friedman, duduk di meja kerja dengan tumpukan kertas penuh simbol aneh di sekelilingnya. Sebagai ahli kriptografi yang membantu memecahkan sandi Jepang dalam Perang Dunia II, ia yakin manuskrip Voynich bisa dipecahkan.
“Setiap bahasa punya pola,” katanya kepada asistennya, Claire. “Bahkan yang terenkripsi sekalipun.”
Ia menunjuk pada kumpulan karakter di halaman. “Ini bukan sekadar coretan acak. Ada ritme. Pengulangan.”
Claire mengangguk. “Jadi, kita pakai analisis statistik?”
Friedman menyesap kopinya. “Sudah kulakukan.”
Dan hasilnya? Tidak cocok dengan bahasa mana pun di bumi.
Claire mengernyit. “Jadi… apakah ini kode yang terlalu canggih untuk kita pecahkan?”
Friedman menatap halaman itu lama. “Atau ini bukan kode sama sekali.”

TEKS DARI DUNIA LAIN?
Kreta, 1908
Di tengah penggalian reruntuhan kuno, arkeolog Italia Luigi Pernier mengusap keringat dari dahinya saat ia menemukan sesuatu yang tidak seharusnya ada.
“Sebuah cakram?” seorang asisten bertanya.
Pernier mengangkat lempengan tanah liat bulat itu. Simbol-simbol aneh berputar mengelilingi permukaannya.
Profesor Evans, seorang pakar peradaban Minoa, datang menghampiri. “Apa itu?”
Pernier menggeleng. “Tidak tahu. Tapi ini bukan tulisan Linear A atau B.”
Evans mengambil cakram itu dan mengamatinya dengan hati-hati. Setiap simbol tampak dicetak, bukan ditulis dengan tangan.
“Seolah-olah ini… dicetak dengan teknologi yang belum seharusnya ada di zaman ini,” gumamnya.
Pernier mengangguk. “Dan tidak ada satu pun teks lain seperti ini yang pernah ditemukan.”
Mereka berdua menyadari satu hal: cakram ini bukan hanya unik. Ia adalah teka-teki yang mungkin tidak akan pernah terpecahkan.
MISTERI YANG BELUM TERJAWAB

Hingga hari ini, manuskrip Voynich dan Disk Phaistos tetap menjadi misteri terbesar dalam sejarah linguistik.
Para ahli dari seluruh dunia—dari kriptografer NSA hingga pakar AI modern—telah mencoba memecahkannya. Tidak ada yang berhasil.
Apakah teks-teks ini benar-benar memiliki makna?
Atau… apakah ini adalah pesan dari peradaban yang belum kita kenal?
Jawabannya masih terkubur di balik waktu.
Dan mungkin, selamanya akan tetap menjadi rahasia.
Sumber Referensi:
- Manuskrip Voynich, Universitas Yale
- Penemuan Disk Phaistos, Kreta (1908)
- Analisis kriptografi William Friedman (1950-an)