Rahasia Pulau Sentinel: Suku yang Tidak Bisa Didekati oleh Peradaban Modern
Antropologi

Rahasia Pulau Sentinel: Suku yang Tidak Bisa Didekati oleh Peradaban Modern

Langit di atas Teluk Benggala mulai beranjak gelap ketika perahu kayu itu mengapung perlahan di dekat perairan dangkal. Suara ombak memecah kesunyian, namun di atas geladak, keheningan justru terasa semakin mencekam.

“Kau yakin ini ide bagus?” bisik Deepak, seorang nelayan dari Pulau Andaman yang ikut dalam ekspedisi ini.

Maurice Vidal Portman, pria Inggris dengan seragam putih khas perwira kolonial, menyesap udara masin dan mengamati pulau di hadapannya. Pulau Sentinel Utara.

“Hanya pengamatan singkat,” jawabnya. “Kita tidak akan menyakiti mereka.”

Namun semua orang di perahu tahu: tidak ada yang pernah benar-benar bisa mendekati suku Sentinel tanpa risiko nyawa.

KONTAK PERTAMA

Pulau Sentinel sudah lama menjadi misteri bagi Perusahaan Hindia Timur Britania. Tidak ada yang tahu berapa jumlah penduduknya, bagaimana bahasa mereka, atau dari mana asal-usul mereka. Satu hal yang pasti: mereka menolak semua bentuk peradaban modern.

Saat tim ekspedisi mendayung lebih dekat, Maurice memberi isyarat.

“Taruh hadiah di pantai,” perintahnya.

Beberapa anak buahnya turun dan menaruh kelapa, pisau kecil, serta manik-manik di pasir. Sinyal persahabatan.

Beberapa menit berlalu. Tidak ada yang muncul.

“Kita mundur saja,” kata Deepak cemas.

Tiba-tiba, sebuah anak panah menancap di lambung perahu.

Semua orang menoleh. Dari balik semak-semak di garis pantai, beberapa pria Sentinel berdiri. Kulit mereka gelap, tubuh mereka kekar, hanya mengenakan ikat pinggang daun. Mereka tidak berteriak. Tidak memberi peringatan. Hanya diam, memegang busur mereka dengan mata tajam penuh perhitungan.

Maurice mengangkat tangannya, mencoba menunjukkan bahwa mereka tidak membawa senjata.

Sebuah panah lain melesat. Kali ini lebih dekat.

"Pergi! Sekarang!" teriak Deepak sambil menarik tali layar.

Perahu itu berbalik arah, meninggalkan pulau yang tetap bisu. Di kejauhan, Maurice masih menatap pulau itu. Ia baru saja menyaksikan sendiri peradaban yang benar-benar menutup diri dari dunia luar.

BERTAHAN DALAM WAKTU

Tahun demi tahun berlalu. Upaya mendekati suku Sentinel terus dilakukan—semuanya berakhir dengan panah dan perlawanan.

1981, sebuah kapal barang India kandas di karang Sentinel. Awak kapal bertahan beberapa hari, sampai akhirnya diselamatkan oleh penjaga pantai India. Dari hutan, suku Sentinel mengamati mereka.

2006, dua nelayan tersesat dan terdampar di pantai. Mereka tak pernah kembali. Helikopter yang dikirim untuk mengevakuasi hanya menemukan tubuh mereka, sementara penduduk Sentinel menembaki helikopter dengan panah, menolak bahkan sekadar melihat dunia luar.

PESAN TERAKHIR SEORANG PENGINJIL

John Allen Chau
John Allen Chau
  1. Seorang misionaris muda asal Amerika, John Allen Chau, bertekad untuk membawa agama ke suku ini. Dengan perahu nelayan, ia mendekati pulau itu seorang diri.

Dalam catatan hariannya, ia menulis:

"Mereka tidak berbicara bahasa yang bisa kupahami. Mereka menatapku dengan marah. Aku mencoba mendekati, tetapi mereka mulai menegang."

Beberapa hari kemudian, tubuhnya ditemukan di tepi pantai. Ia telah menjadi korban terbaru dari keinginan dunia luar untuk menembus batas pulau Sentinel.

EPILOG: PULAU YANG TAK TERSENTUH

Saat ini, Pemerintah India telah menetapkan Pulau Sentinel sebagai zona terlarang. Tidak ada yang diizinkan mendekat. Bukan hanya untuk melindungi para pengunjung, tetapi juga untuk melindungi suku Sentinel sendiri—karena sistem imun mereka yang belum pernah terpapar penyakit luar.

Di era satelit, internet, dan globalisasi, masih ada satu tempat di bumi yang tetap menjadi misteri.

Dan Sentinel tetap diam, tetap bertahan, tetap menjadi saksi zaman yang menolak berubah.

Sumber Referensi:

  • Catatan ekspedisi Maurice Vidal Portman (1896)
  • Laporan penjaga pantai India (1981, 2006)
  • Catatan harian John Allen Chau (2018)

Related Articles

More Articles You Might Like