"Dalam 50 tahun ke depan, beberapa negara yang kita kenal saat ini mungkin tidak akan ada lagi di peta dunia." Pernyataan ini bukan sekadar spekulasi, melainkan kesimpulan dari berbagai laporan ilmiah dan analisis geopolitik. Menurut laporan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) tahun 2023, kenaikan permukaan laut yang semakin cepat, konflik berkepanjangan, dan krisis ekonomi dapat menyebabkan hilangnya beberapa negara secara fisik maupun politis. Sementara itu, penelitian dari World Bank dan United Nations memperingatkan bahwa ancaman ini semakin nyata bagi sejumlah negara di kawasan Pasifik, Timur Tengah, hingga Eropa Timur.

Mengapa Negara Bisa Hilang?
Faktor utama yang dapat menyebabkan sebuah negara menghilang bisa bermacam-macam, mulai dari bencana alam hingga ketidakstabilan politik. Berikut adalah beberapa alasan utama yang menjadi penyebab utama:

- Perubahan Iklim dan Kenaikan Permukaan Laut
Negara-negara kepulauan kecil menghadapi ancaman nyata dari naiknya permukaan laut. Pulau-pulau di Pasifik seperti Tuvalu dan Kiribati secara perlahan tenggelam, dengan beberapa wilayah sudah mulai ditinggalkan warganya.
- Konflik dan Krisis Politik Berkepanjangan
Negara-negara yang dilanda perang saudara atau ketidakstabilan politik yang parah berisiko mengalami disintegrasi atau aneksasi oleh negara lain. Suriah, Yaman, dan Somalia adalah contoh negara yang menghadapi tantangan eksistensial akibat konflik yang tak kunjung usai.
- Krisis Ekonomi yang Tak Terkendali
Negara-negara dengan ekonomi yang lemah dan ketergantungan tinggi terhadap bantuan asing dapat runtuh secara finansial, menyebabkan pemerintah kehilangan kendali atas negaranya sendiri. Lebanon dan Venezuela masuk dalam kategori ini.
- Disintegrasi Wilayah
Beberapa negara menghadapi ancaman separatisme yang kuat, yang berpotensi menyebabkan wilayah-wilayahnya memisahkan diri. Skotlandia di Inggris dan Catalonia di Spanyol adalah contoh wilayah yang terus menggoyang persatuan negaranya.
Negara-Negara yang Terancam Hilang
1. Tuvalu dan Kiribati: Negara yang Akan Ditelan Lautan
Laporan National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) tahun 2023 mencatat bahwa permukaan laut global meningkat rata-rata 3,4 mm per tahun, dengan beberapa wilayah Pasifik mengalami kenaikan hingga 1 cm per tahun. Dengan tren ini, Tuvalu dan Kiribati diprediksi akan kehilangan sebagian besar wilayah daratnya dalam beberapa dekade mendatang. Bahkan, pemerintah Tuvalu sudah mulai merancang rencana evakuasi massal ke Australia dan Selandia Baru.

2. Maladewa: Surga Wisata yang Perlahan Tenggelam
Maladewa, yang terkenal sebagai destinasi wisata mewah, menghadapi ancaman eksistensial akibat naiknya permukaan laut. Pemerintah Maladewa telah berinvestasi dalam proyek "Floating City" sebagai solusi untuk menyelamatkan warganya dari ancaman banjir yang semakin parah.

3. Suriah dan Yaman: Negara yang Terus Dihantui Perang
Perang saudara yang berlangsung lebih dari satu dekade telah membuat Suriah dan Yaman kehilangan banyak infrastruktur, ekonomi yang runtuh, serta jutaan penduduk yang mengungsi. Beberapa analis memperkirakan bahwa tanpa rekonstruksi yang cepat dan stabilisasi politik, negara-negara ini bisa berubah menjadi "failed states" yang pada akhirnya akan dikuasai oleh pihak eksternal.

4. Lebanon: Krisis Ekonomi yang Tak Berujung
Lebanon sedang mengalami krisis ekonomi terburuk dalam sejarahnya, dengan inflasi yang meroket hingga 250% dan devaluasi mata uang yang tak terkendali. Jika kondisi ini terus berlanjut tanpa intervensi yang efektif, Lebanon bisa mengalami kehancuran sistem pemerintahan dan berpotensi diambil alih oleh kekuatan eksternal atau pecah menjadi wilayah-wilayah otonom.

5. Republik Kepulauan Marshall: Perjuangan Melawan Radiasi Nuklir dan Kenaikan Air Laut
Selain kenaikan permukaan laut, Republik Kepulauan Marshall juga menghadapi dampak dari uji coba nuklir yang dilakukan Amerika Serikat pada abad ke-20. Banyak wilayahnya masih tercemar radiasi, membuat banyak warganya terpaksa mengungsi ke negara lain. Jika kedua ancaman ini tidak dapat ditangani, negara ini bisa lenyap lebih cepat dari yang diperkirakan.

Dampak dari Hilangnya Negara-Negara Ini
Jika negara-negara ini benar-benar menghilang dalam beberapa dekade mendatang, konsekuensi globalnya akan sangat besar:
- Krisis Kemanusiaan dan Pengungsi Iklim
Menurut UNHCR, jumlah pengungsi akibat perubahan iklim bisa mencapai 1,2 miliar orang pada tahun 2050. Negara-negara seperti Australia dan Selandia Baru mungkin harus menerima jutaan pengungsi dari Pasifik.
- Pergeseran Geopolitik
Hilangnya negara-negara seperti Suriah dan Yaman bisa memperkuat pengaruh negara-negara besar seperti Rusia, AS, dan China di Timur Tengah.
- Kehilangan Identitas Budaya
Jika negara-negara seperti Tuvalu dan Kiribati menghilang, bukan hanya tanah mereka yang lenyap, tetapi juga bahasa, tradisi, dan warisan budaya mereka yang unik.
Lantas, Apa yang Bisa Dilakukan?
Meskipun ancaman ini nyata, masih ada harapan untuk mencegah skenario terburuk. Beberapa langkah yang bisa diambil:
- Investasi dalam Adaptasi Iklim
Negara-negara maju perlu meningkatkan dukungan finansial bagi negara-negara yang terdampak perubahan iklim.
- Stabilisasi Politik dan Ekonomi
Penyelesaian konflik dan pemulihan ekonomi di negara-negara seperti Lebanon dan Suriah sangat penting untuk mempertahankan keberadaan mereka.
- Solusi Inovatif Seperti Kota Terapung
Proyek seperti Floating City Maladewa bisa menjadi contoh bagi negara-negara lain yang terancam tenggelam.
Meskipun sulit diprediksi secara pasti, laporan resmi dan data ilmiah menunjukkan bahwa beberapa negara di dunia memang sedang berada di ambang kepunahan. Hanya dengan upaya global yang terkoordinasi, kita bisa berharap untuk menyelamatkan mereka sebelum terlambat.
Referensi:
- Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) Report 2023.
- United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) Climate Report 2022.
- National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) Sea Level Report 2023.
- World Bank Economic Forecast 2023.
- Laporan Pemerintah Tuvalu dan Maladewa tentang Adaptasi Perubahan Iklim.
"Nasib sebuah negara bukan hanya ditentukan oleh sejarahnya, tetapi juga oleh bagaimana dunia menanggapinya."