Pernahkah Anda bertanya-tanya, bagaimana bisa sebuah organisasi teroris seperti Al-Qaeda muncul dan mendapatkan pengaruh global? Jawabannya mungkin berakar pada sebuah operasi rahasia era Perang Dingin yang didanai oleh Amerika Serikat. Mari kita telusuri jejak sejarah yang kelam ini.
Afghanistan di Tengah Perang Dingin: Bidak Catur yang Berdarah
Tahun 1979, Uni Soviet menginvasi Afghanistan untuk mendukung rezim komunis yang berkuasa. Tindakan ini memicu kemarahan dunia internasional, terutama Amerika Serikat yang melihatnya sebagai ancaman terhadap kepentingan mereka di kawasan. Zbigniew Brzezinski, Penasihat Keamanan Nasional Presiden Jimmy Carter, adalah salah satu tokoh kunci yang mendorong AS untuk mengambil tindakan. Brzezinski, seorang ahli strategi geopolitik yang berpengaruh, melihat Afghanistan sebagai "perangkap" bagi Uni Soviet, sebuah kesempatan emas untuk melemahkan musuh bebuyutan Amerika dalam Perang Dingin.
Keputusan pun diambil: CIA (Central Intelligence Agency) memulai Operasi Cyclone, sebuah program rahasia untuk mendanai dan melatih kelompok-kelompok mujahidin Afghanistan, para pejuang yang menentang pendudukan Soviet.
Mengalirkan Dolar ke Lembah Afghanistan: Mempersenjatai Perlawanan
Operasi Cyclone adalah salah satu operasi rahasia termahal dalam sejarah CIA. Miliaran dolar AS digelontorkan untuk membeli senjata, melatih pejuang, dan menyalurkan bantuan logistik ke Afghanistan. Senjata-senjata canggih seperti rudal Stinger, yang mampu menembak jatuh helikopter Soviet, menjadi andalan para mujahidin.
Dana tersebut disalurkan melalui Pakistan's Inter-Services Intelligence (ISI), badan intelijen Pakistan, yang berperan sebagai perantara utama. ISI merekrut dan melatih para mujahidin, termasuk para sukarelawan asing yang datang dari berbagai negara Muslim. Salah satu sukarelawan itu adalah seorang pemuda kaya raya dari Arab Saudi bernama Osama bin Laden.
Osama bin Laden: Dari Sukarelawan Mujahidin Menuju Pendiri Al-Qaeda

Pada awalnya, Osama bin Laden bukanlah seorang tokoh yang menonjol. Ia datang ke Afghanistan untuk membantu perjuangan melawan Uni Soviet. Dengan kekayaannya, ia mendirikan pusat rekrutmen dan logistik bagi para pejuang asing, yang kemudian dikenal sebagai "Maktab al-Khidamat" (Kantor Pelayanan).
Seiring berjalannya waktu, bin Laden semakin radikal dan mengembangkan ideologi jihad global. Ia percaya bahwa umat Islam harus bersatu untuk melawan segala bentuk penindasan dan "kafir," termasuk Amerika Serikat.
Ketika Perang Berakhir, Musuh Baru Muncul: Benih Al-Qaeda Bertunas
Tahun 1989, Uni Soviet menarik pasukannya dari Afghanistan, sebuah kemenangan besar bagi para mujahidin dan Amerika Serikat. Namun, kemenangan ini menyimpan konsekuensi yang tak terduga. Setelah Uni Soviet runtuh, para mujahidin yang telah terlatih dan memiliki pengalaman tempur yang luas kembali ke negara asal mereka, membawa serta ideologi jihad radikal.
Osama bin Laden, yang merasa dikhianati oleh Amerika Serikat karena mendukung rezim yang korup di Arab Saudi, memutuskan untuk membentuk organisasi sendiri. Tahun 1988, ia mendirikan Al-Qaeda, sebuah jaringan teroris global yang bertujuan untuk menyerang kepentingan Amerika Serikat dan negara-negara Barat di seluruh dunia.
Lebih dari Sekadar Teori Konspirasi: Pengakuan dan Pertanggungjawaban
Apakah Operasi Cyclone benar-benar bertanggung jawab atas lahirnya Al-Qaeda? Pertanyaan ini seringkali diperdebatkan. Namun, fakta bahwa CIA mendanai dan melatih para mujahidin, termasuk mereka yang kemudian menjadi anggota Al-Qaeda, tidak dapat disangkal. Bahkan, Zbigniew Brzezinski sendiri mengakui bahwa Amerika Serikat sengaja memprovokasi Uni Soviet untuk menginvasi Afghanistan.
Dalam sebuah wawancara tahun 1998 dengan Le Nouvel Observateur, Brzezinski ditanya, "Apakah Anda menyesal telah mendukung kaum fundamentalis Islam?" Jawabannya mengejutkan: "Apa yang lebih penting dalam sejarah dunia? Beberapa orang Muslim yang bersemangat atau pembebasan Eropa Tengah dan akhir Perang Dingin?"
Pengakuan Brzezinski ini menunjukkan bahwa pemerintah Amerika Serikat pada saat itu lebih mengutamakan kepentingan geopolitik mereka daripada mempertimbangkan konsekuensi jangka panjang dari tindakan mereka. Operasi Cyclone mungkin berhasil mengalahkan Uni Soviet, tetapi juga menabur benih terorisme yang akan menghantui dunia selama bertahun-tahun.
Jadi, Operasi Cyclone bukan hanya sebuah operasi rahasia, melainkan sebuah babak kelam dalam sejarah yang mengajarkan kita tentang kompleksitas dan konsekuensi tak terduga dari kebijakan luar negeri. Apakah kita telah belajar dari masa lalu, ataukah kita akan terus mengulangi kesalahan yang sama? Pertanyaan ini membutuhkan refleksi mendalam dari kita semua.