Sejak tahun 1980-an, industri farmasi global telah menjadi sorotan terkait dugaan praktik-praktik yang menghambat akses masyarakat terhadap obat-obatan kanker yang efektif dan terjangkau. Beberapa kasus menunjukkan bagaimana perusahaan-perusahaan farmasi besar, yang sering disebut sebagai 'Big Pharma', diduga menahan atau memanipulasi informasi terkait pengobatan kanker demi mempertahankan keuntungan finansial mereka.

Salah satu kasus yang menonjol adalah praktik 'evergreening' oleh perusahaan farmasi besar. Evergreening adalah strategi memperpanjang masa paten obat dengan melakukan modifikasi minor yang tidak signifikan terhadap efektivitas obat tersebut. Tujuannya adalah untuk mempertahankan monopoli pasar dan mencegah masuknya obat generik yang lebih terjangkau. Kasus Novartis di India menjadi contoh nyata, di mana perusahaan tersebut berupaya memperpanjang paten obat kanker Gleevec meskipun modifikasi yang dilakukan tidak memberikan peningkatan signifikan terhadap efektivitas obat. (kompasiana.com)

Bukti dan Fakta yang Ditemukan
Selain praktik evergreening, terdapat juga skandal-skandal besar yang melibatkan perusahaan farmasi dalam memasarkan obat tanpa persetujuan atau dengan klaim menyesatkan. Misalnya, pada tahun 2009, Pfizer didenda sebesar US$2,3 miliar karena mempromosikan obat antipsikotik Geodon untuk penggunaan yang tidak disetujui dan memberikan suap kepada dokter agar meresepkan obat mereka. Kasus serupa terjadi pada GlaxoSmithKline (GSK) yang pada tahun 2012 didenda US$3 miliar akibat memasarkan obat untuk gangguan yang tidak disetujui, menyembunyikan data mengenai risiko obat, dan melakukan suap besar-besaran kepada dokter. (health.detik.com)
Dampak Peristiwa Ini
Praktik-praktik tersebut memiliki dampak signifikan terhadap akses masyarakat terhadap pengobatan kanker yang terjangkau. Di Indonesia, misalnya, akses terhadap obat kanker seperti trastuzumab masih terbatas. Meskipun trastuzumab telah menjadi pengobatan standar untuk kanker payudara jenis HER2+, kendala birokrasi dan keterbatasan akses membuat banyak pasien tidak dapat menerima pengobatan yang mereka butuhkan. (mediaindonesia.com)
Tindak Lanjut
Pengungkapan praktik-praktik tidak etis oleh perusahaan farmasi telah mendorong pemerintah dan lembaga terkait untuk memperketat regulasi dan pengawasan. Namun, tantangan masih ada, terutama dalam memastikan bahwa inovasi medis dapat diakses oleh semua lapisan masyarakat tanpa hambatan finansial atau birokrasi. Diperlukan kolaborasi antara pemerintah, industri farmasi, dan masyarakat untuk menciptakan sistem kesehatan yang adil dan transparan, di mana kepentingan pasien ditempatkan di atas keuntungan finansial semata.